Jurnal.undhirabali.ac.id

PEMANTAUAN PENGGUNAAN AZITROMISIN DOSIS TUNGGAL PADA PASIEN
PEDIATRI OTITIS MEDIA AKUT (OMA) DENGAN RINITIS AKUT
Noviyani, R.1,Cahyani, N. K. M.1, Ratnawati, L. M.2, Widhiartini, I. A. A.3, Niruri, R1, Tunas, K4
1Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana
2Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
3Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
4 PS Kesehatan Masyarakat Universitas Dhyana Pura
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/Fax: 0361-703837 ABSTRACT
Information about factors that may affect patient compliance in the use of single-dose azithromycinsuspension is one of the important things in pharmaceutical care. The study was conducted aboutmonitoring the use of single-dose azithromycin suspension in Acute Otitis Media (AOM) pediatricwith acute rhinitis ages 5 until 12 years old in Clinic “Q” Denpasar. The aim of this study is todetermine the factors that need to be monitored in the use of single-dose azithromycin. This study used a prospective cohort design. The selection of sample using a consecutivesampling method. There were 13 patient fulfill the inclusion criteria and unfulfill exclusion criteria bedetermined from March to December 2012. Monitoring was conducted on the dosage, side effects,drug interactions, dosage form, volume, frequency of administration, method of use, time ofadministration, azithromycin organoleptic, and clinical cure.
The results showed that there were some factors that need to be monitored in the use of single-dose azithromycin suspension in AOM pediatric with acute rhinitis are the side effects of nausea andvomiting caused by the distance between delivery azithromycin and meals, the convenience of theazithromycin dosage relating volume and taste the azithromycin, the risk of taking the inappropriatedosage because of there were no measured spoons inside the package, and the preparation of theazithromycin amount of volume in the.
Monitoring, Azithromycin, Acute Otitis with Acute Rhinitis, Pediatric PENDAHULUAN
Otitis Media Akut (OMA) merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada telinga tengah
akibat disfungsi tuba Eustachius (Krishnan et al., 2007; Soepardi dkk., 2007). OMA adalah salah satukomplikasi dari penyakit rinitis akut (rinitis infeksi).Sedangkan rinitis akut merupakan penyakitinfeksi yang disebabkan oleh bakteri pada mukosa rongga hidung (Broek et al., 2007). Rinitis akutyang tidak ditangani dengan baik berisiko pada invasi bakteri dari rongga hidung ke tuba Eustachiussehingga menyebabkan terjadinya OMA (Soepardi dkk., 2007). Pemantauan OMA pada anak-anakpenting dilakukan karena anak-anak lebih mudah terkena OMA. Anatomi tuba Eustachius pada anak-anakyang masih relatif pendek, lebar dan letaknya lebih horizontal(Soepardi dkk., 2007). Anatomitersebut yang menyebabkan risiko anak mengalami OMA dan rinitis akut menjadi tinggi (Arguedas etal., 2011). Penanganan OMA dengan rinitis akut dilakukan dengan pemberian antibiotika. Peresepanantibiotika pada pasien OMA dengan rinitis akut didasarkan pada data epidemiologi (empiris),sebelum dilakukan pemeriksaan mikrobiologi (Suardana dkk., 2009). Penundaan peresepanantibiotikadengan menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologi penyebab OMA dengan rinitis akutdapat berdampak tidak baik untuk pasien pediatri, karena akan terjadi peningkatan invasi penyakit(Dipiro et al., 2008).
Salah satu antibiotika yang diresepkan untuk penderita OMA dengan rinitis akut adalah azitromisin.
Azitromisin ini sudah digunakan lebih dari satu dekade dalam pengobatan OMA pada bayi dan anak-anak (Girard et al., 2005). Penelitian pada kasus penyakit THT pasien rawat jalan di Rumah Sakit XKota Denpasar juga menyatakan bahwa azitromisin sebagai antibiotika yg tertinggi penggunaannyadibandingkan lainnya yaitu sebesar 33,56% (Kristianti, 2011). Salah satu sediaan azitromisin yang digunakan untuk pasien pediatri rawat jalan adalah dalam bentuksuspensi dosis tunggal. Penggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal ini memiliki keefektifan yangsama dengan azitromisin dosis terbagi dalam pengobatan OMA dengan rinitis akut (Girard et al.,2005). Hal ini yang kemudian dijadikan alasan pemilihan terapi suspensi azitromisin dosis tunggalpada pasien OMA. Penggunaan yang hanya sekali menjadi alasan untuk menghindari ketidakpatuhanpasien dalam meminum obat. Sehingga penggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal dengan dosiscukup besar bagi pediatri yaitu 30 mg/kg BB dapat mengakibatkan efek samping seperti muntah(Komite Penyusun IONI, 2008). Azitromisin merupakan drug dependent dose yang aktivitasnyatergantung pada jumlah dosis yang diberikan (Food and Drug Administration, 2004),hal-hal yangdapat mengakibatkan kurangnya dosis yang harus diterima pasien memerlukan pemantauan.
Pengobatan OMA dengan rinitis akut harus dilakukan dengan cermat untuk menghindari kekambuhan penyakit atau meninggalkan otitis media efusi kronis dengan ketulian ringan sampaiberat (Broek et al., 2007). Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kesembuhan yang tidaksempurna dari pasien pediatri penderita OMA adalah melalui pemantauan penggunaan azitromisinoleh pasien. Pemantauan ini meliputi faktor-faktor yang akan mempengaruhi kesembuhan (Cipolle etal., 2004).
Sesuai dengan pengembangan peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian yang berorientasipada pasien, perlu dipertimbangkan untuk melakukan pemantauan terapi suspensi azitromisin dosistunggal meskipun azitromisin merupakan obat yang relatif aman. Di satu sisi penggunaan dosistunggal dalam bentuk suspensi untuk suatu antibiotika belum banyak ditemui. Penggunaan obat yangsalah berakibat pada kesembuhan OMA dan rinitis akut. Hal ini tentunya berdampak padapengulangan terapi dan yang akhirnya meningkatkan pembiayaan.
Belum tersedia data mengenai penggunaan azitromisin dosis tunggal pada pediatri usia 5 sampai12 tahun. Penggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal diindikasikan untuk pasien usia lebih dari 12tahun. Penggunaan obat pada anak usia kurang dari 12 tahun tentunya berisiko terhadap kepatuhan.
Informasi mengenai faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap penggunaan suspensiazitromisin dosis tunggal merupakan suatu hal yang penting dalam pelayanan kefarmasian.
BAHAN DAN METODE
2.1 SubyekPenelitian
Subyek dalam penelitianini adalah 13pasien pediatri OMA dengan rinitis akut yang menjalani pengobatan di klinik “Q” kota Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteriaeksklusi.
Kriteria inklusi : 1. Pasien pediatri penderita otitis media akut stadium satu atau dua dengan rinitis akut tanpa pembengkakan adenoid yang menjalani pengobatan pada dokter THT “R” di klinik ”Q” danmendapatkan terapi suspensi azitromisin dosis tunggal. 2. Pasien tidak alergi terhadap azitromisin.
3. Pasien berusia 5 tahun dan 12 tahun.
4. Pasien tidak menjalani pengobatan antibiotik apapun 1 minggu sebelum pengobatan di dokter 5. Pasien tidak menderita penyakit selain otitis media akut dengan rinitis akut.
6. Keluarga pasien menandatangani lembar pengesahan (informed consent).
2. Pasien tidak menjalankan kontrol pada hari ke-3 setelah melakukan pengobatan ke dokter 3. Pasien mendapatkan pengobatan dari dokter lain pada saat pemantauan dari hari ke-0 hingga 2.2 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan cohort prospektif dimana hasil penelitian akan mendeskripsikan tingkat kesembuhan pasien pediatri OMA dengan rinitis akut yang memperolehterapi azitromisin dosis tunggal. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalahconsecutive sampling. Penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai Desember 2012.
2.3 Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang dikerjakan dari proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi, sertapencatatan pemantauandosis azitromisin, efek samping azitromisin, interaksi azitromisin, bentuksediaan azitromisin, volume azitromisin, frekuensi pemberian azitromisin, cara penggunaanazitromisin, waktu pemberian azitromisin, organoleptis azitromisin, dan kesembuhan pasienpadalembar pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini.
2.4 Pengolahan dan Analisis Data
Dari data yang diperoleh pada lembar pengumpulan data kemudian dilakukan pengolahan data.
Berdasarkan data pemantauan, diperoleh data faktor-faktor yang perlu dipantau dalam penggunaanazitromisin dosis tunggal pada pasien pediatri OMA dengan rinitis akut.
3.1 Demografi Pasien
Dari hasil penelitian diperoleh, OMA dengan rinitis akut paling banyak terjadi pada kelompok umur ≥5 sampai<6 tahun. Data pada tabel 4.1 menunjukkan setiap peningkatan kelompok umur,jumlah sampel semakin sedikit. Data jenis kelamin menunjukkan pasien laki-laki lebih banyakmenderita OMA dengan rinitis akut dibandingkan pasien wanita.
Tabel 3.1 Umur Pasien Pediatri OMA dengan Rinitis Akut di Klinik “Q” Kota Denpasar 3.2Dosis Azitromisin
Tabel 3.2 menunjukkan semua dosis yang diresepkan dokter telah sesuai dengan perhitungan
berdasarkan berat badan pasien. Tidak ditemukan dosis obat yang kurang dari 80% dari dosis standardan tidak ditemukan dosis obat yang lebih dari 125% dari dosis standar.
Tabel 4.2Perbandingan Dosis Azitromisin Dosis Tunggal dari Resep Dokterdengan Dosis Hasil Keterangan:th=tahun; bln=bulan; UD=Under Dose; TD=Therapeutic Dose; OD=Over DosePerhitungan Dosis Berdasarkan Berat Badan=30 mg/kg BB 3.3Efek Samping Azitromisin
Dari hasil pemantauan ditemukan 1 pasien yang mengalami efek samping mual dan muntah.
Pasien lainnya tidak mengalami efek samping apapun selama 3 hari pemantauan.
3.4Interaksi Azitromisin
Berdasarkan pengkajian buku Drug Interaction Facts (Tatro, 2001) dan Stockley’s Drug
Interactions (Stockley, 2008)tidak ditemukan adanya interaksi obat baik interaksi farmakokinetikaatau interaksi farmakodinamika dari kombinasi obat tersebut. 3.5Bentuk Sediaan Azitromisin
Hasil pemantauan menunjukkan bahwa seluruh pasien nyaman menggunakan azitromisin dosis
tunggal dalam bentuk suspensi. Seluruh pasien menyatakan bahwa bentuk sediaan ini sangat mudahditerima untuk pasien pediatri OMA dengan dengan rinitis akut.
3.6Volume Azitromisin
Tabel 3.6 menunjukkan dari 13 pasien, 11 pasien merasa nyaman dengan volume obat yang
diberikan oleh apoteker. Sedangkan 2 pasien yang merasa tidak nyaman menyatakan volume tersebutterlalu besar bagi mereka.
Tabel 4.4 Hasil Wawancara Kenyamanan Volume Azitromisin Dosis Tunggal 3.7Frekuensi Pemberian Azitromisin
Hasil pemantauan menunjukkan seluruh pasien menyatakan lebih nyaman meminum obat yang
hanya diminum sekali dalam pengobatan seperti penggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal adapengobatan OMA dengan rinitis akut. 3.8Cara Penggunaan Azitromisin
Hasil pemantauan menunjukkan dari 13 pasien, 1 orang pasien mengalami ketidaknyamanan terhadap cara penggunaan sediaan azitromisin.
3.9Waktu Pemberian Azitromisin
Dari keseluruhan pasien, satu orang yang mengkonsumsi suspensi azitromisin dosis tunggal pada
waktu yang tidak tepat yaitu 1 jam setelah makan.
Organoleptis Azitromisin
Hasil pemantauan menunjukkan bahwa 2 orang pasien mengalami ketidaknyamanan terhadap rasa dari sediaan suspensi azitromisin dosis tunggal karena tidak suka rasa azitromisin.
Kesembuhan Pasien Pediatri OMA dengan Rinitis Akut
Seluruh pasien OMA dengan rinitis akut dinyatakan sembuh oleh dokter THT “R” yang memeriksa pada saat pasien menjalani kontrol pada hari ke-3 di Klinik “Q” Kota Denpasar.
PEMBAHASAN
4.1 Demografi Pasien
Pada setiap peningkatan kelompok umur sampel, jumlah sampel semakin sedikit. Hal ini berkaitan dengan adanya perkembangan anatomi dan fungsi dari tuba Eustachius. Seiringbertambahnya usia, tuba Eustachius akan memanjang secara cepat hingga mencapai ukuran dewasa.
Selain itu semakin bertambahnya usia, aktivitas otot tuba Eustachius akan semakin maksimal sehinggatuba Eustachius akan aktif sebagai jalur sekresi mukosa melalui hidung (Bailey et al.,2006). Semakinpanjang dan semakin maksimalnya aktivitas tuba Eustachius akan menurunkan kejadian OMA denganrinitis akut pada pediatri. Sehingga semakin bertambahnya usia maka kecenderungan pediatri terkenapenyakit OMA dengan rinitis akut semakin kecil.
Hasil penelitian jenis kelamin pada penelitian inididukung dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Froom et al. tahun 2001 dan Koksal et al. tahun 2002. Namun tidak ditemukan adanyahubungan antara jenis kelamin terhadap risiko terjadinya OMA pada pediatri.
4.2Dosis Azitromisin
Penggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal dilakukan dengan pemberian secara oral dengan
dosis 30 mg/kg BB (Sweetman, 2009; Food and Drug Administration, 2001). Pemantauan dosisazitromisin dilakukan dengan mengkaji dosis yang diresepkan dokter untuk selanjutnya dilakukanperhitungan dosis berdasarkan berat badan pasien untuk mengetahui kesesuaian dosis. Semua dosisyang diresepkan dokter telah sesuai dengan perhitungan berdasarkan berat badan pasien. Tidakditemukan dosis obat yang kurang dari 80% dari dosis standar dan tidak ditemukan dosis obat yanglebih dari 125% dari dosis standar (Food and Drug Administration, 2004).
4.3Efek Samping Azitromisin
Pada pemantauan efek samping, orang tua pasien diberikan informasi mengenai efek samping
yang mungkin terjadi selama penggunaan azitromisin dosis tunggal. Kemudian setiap harinya orangtua pasien dihubungi kembali untuk mengetahui efek samping atau keluhan-keluhan yang terjadi padapasien setelah menggunakan azitromisin dosis tunggal. Kriteria pasien yang mengalami efek sampingadalah pasien yang mengalami satu atau lebih efek samping yang telah disebutkan di atas. Sedangkanpasien yang tidak mengalami efek samping adalah pasien yang tidak mengalami satupun efek sampingyang telah disebutkan di atas. Hasil pemantauan ditemukan 1 pasien yang mengalami efek sampingmual dan muntah. Pasien mengalami muntah 2 jam setelah mengkonsumsi suspensi azitromisin dosistunggal. Peneliti memberikan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada keluarga pasienbahwa muntah yang dialami pasien merupakan salah satu bentuk efek samping karena terjadi 2 jamsetelah pemberian azitromisin dosis tunggal. Efek samping muntah tersebut tidak membahayakanpasien dan tidak mengurangi efek terapi azitromisin terhadap OMA dengan rinitis akut ( Food andDrug Administration, 2001).
4.4Interaksi Azitromisin
Dalam penelitian ini dilakukan pemantauan interaksi obat yang diresepkan oleh dokter yang dikaji berdasarkan buku Drug Interaction Facts (Tatro, 2001) dan Stockley’s Drug Interactions(Stockley, 2008). Kriteria adanya kejadian interaksi obat dalam penelitian ini adalah apabila salah satuatau lebih obat yang diresepkan saling berinteraksi baik secara farmakokinetika dan farmakodinamikaberdasarkan buku Drug Interaction Facts (Tatro, 2001) dan Stockley’s Drug Interactions (Stockley,2008). Sedangkan, kriteria tidak adanya kejadian interaksi obat dalam penelitian ini adalah apabilasalah satu atau lebih obat yang diresepkan tidak saling berinteraksi baik secara farmakokinetika danfarmakodinamika berdasarkan buku Drug Interaction Facts (Tatro, 2001) dan Stockley’s DrugInteractions (Stockley, 2008). Apabila ditemukan kejadian interaksi obat, maka dokter penulis resepdikonfirmasi kembali mengenai adanya kejadian interaksi obat diantara obat-obat yang telahdiresepkan sehingga diharapkan dokter dapat memberikan penanganan yang sesuai dengan efek yangmungkin ditimbulkan dari adanya kejadian interaksi obat tersebut.
Pada penelitian ini pasien mendapatkan kombinasi obat yang sama yaitu suspensi azitromisin dosis tunggal sebagai terapi utama dan pseudoefedrin hidroklorida, triprolidin hidroklorida, danambroxol sebagai terapi suportif. Suspensi azitromisin dosis tunggal yang merupakan antibiotikadengan mekanisme kerja menghambat sintesis protein dari bakteri penyebab OMA (Finch et al.,2003). Pseudoefedrin hidroklorida merupakan dekongestan dimana mekanisme kerjanya mengurangialiran darah pada mukosa hidung yang membengkak. Triprolidin hidroklorida merupakan antihistaminyang berada pada satu sediaan dengan pseudoefedrin hidroklorida dimana merupakan kombinasi yangbaik dalam menurunkan kejadian kongesti hidung (Sukandar dkk., 2009; Siswandono dan Soekardjo,2008). Ambroxol merupakan mukolitik yang bekerja mengurangi viskositas mukus pada hidungsehingga mudah untuk dikeluarkan dari hidung (Theodorus, 1996). 4.5Bentuk Sediaan Azitromisin
Pada penelitian ini pasien atau keluarga pasien diwawancarai untuk mengetahui apakah pasien
nyaman terhadap bentuk sediaan azitromisindosis tunggal yang berupa suspensi. Pasien atau keluargapasien ditanyai apakah pasien menemui kesulitan menelan bentuk sediaan suspensi azitromisin yangberupa suspensi. Pasien yang dikriteriakan nyaman terhadap bentuk sediaan suspensi azitromisindosistunggal adalah pasien yang tidak menemui kesulitan menelan sediaan azitromisin. Sedangkan pasienyang dikriteriakan tidak nyaman terhadap bentuk sediaan suspensi azitromisindosis tunggal adalahpasien yang mengalami kesulitan menelan sediaan azitromisin.
Hasil pemantauan menunjukkan bahwa seluruh pasien tidak menemui kesulitan menelan sediaan azitromisinberupa suspensi. Secara umum untuk pasien pediatri, bentuk sediaan cair memang lebihdisukai dibandingkan bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat yang sama) karena lebih mudahmenelan cairan, lebih mudah dalam pemberian, dan lebih mudah pengaturan dosisnya (Ansel, 2008). 4.6Volume Azitromisin
Pasien atau keluarga pasien diwawancarai untuk mengetahui apakah pasien nyaman terhadap
volume azitromisindosis tunggal yang diberikan oleh apoteker. Kriteria pasien yang nyaman terhadapvolume azitromisindosis tunggal yang mereka peroleh adalah pasien yang dapat meminum seluruhvolume azitromisindosis tunggal dan pasien yang tidak mengeluh atau keberatan terhadap volumeazitromisindosis tunggal yang diberikan oleh apoteker. Sedangkan kriteria pasien yang tidak nyamanterhadap volume azitromisindosis tunggal adalah pasien yang tidak dapat meminum seluruh volumeazitromisindosis tunggal yang diberikan oleh apoteker karena alasan volumenya dan/atau pasienmengeluh atau keberatan terhadap volume azitromisindosis tunggal yang diberikan oleh apoteker.
4.7Frekuensi Pemberian Azitromisin
Pemantauan dilakukan dengan pasien ditanya apakah lebih nyaman menggunakan obat hanya
sekali saja atau obat yang harus diminum lebih dari sekali dalam suatu pengobatan, seluruh pasienmenyatakan lebih nyaman meminum obat yang hanya diminum sekali dalam pengobatan sepertipenggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal ada pengobatan OMA dengan rinitis akut. 4.8Cara Penggunaan Azitromisin
Pasien atau keluarga pasien diwawancarai untuk memantau apakah pasien nyaman dengan cara
penggunaan azitromisin dosis tunggal atau tidak. Kriteria pasien yang nyaman terhadap cara penggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal adalah pasien yang dapat meminum suspensiazitromisin sekaligus dan keluarga pasien tidak merasa kesulitan dalam penyiapan volume azitromisin.
Sedangkan kriteria pasien yang tidak nyaman terhadap cara penggunaan suspensi azitromisin dosistunggal adalah pasien yang tidak dapat meminum suspensi azitromisin sekaligus dan/atau keluargapasien merasa kesulitan dalam penyiapan volume azitromisin. Hasil pemantauan menunjukkan dari 13 pasien, 1 orang pasien mengalami ketidaknyamanan terhadap cara penggunaan sediaan azitromisin. Pasien menyatakan tidak mampu meminum sekaligussuspensi azitromisin sehingga pasien menggunakan sendok makan rumah tangga. Penggunaan sendokmakan rumah tangga menyebabkan pasien meminum azitromisin berulang namun pasienmeminumnya sampai habis sesuai dosis dan tidak lebih dari 2 menit. Cara meminum suspensiazitromisin dosis tunggal dengan cara berulang secara farmakokinetika tidak menimbulkan masalahkarena azitromisin merupakan antibiotika drug dependent-dose yang efikasinya tergantung padajumlah dosis pemberian (Food and Drug Administration, 2004). Selain itu dari dari sisi kestabilan,sediaan azitromisin yang sudah direkonstitusi dapat bertahan sampai 12 jam setelah rekonstitusi (Foodand Drug Administration, 2001). Sehingga pemberian azitromisin berulang selama 2 menit tersebuttidak mempengaruhi farmakokinetika dan kestabilan sediaan azitromisin.
4.9Waktu Pemberian Azitromisin
Pada pemantauan ini peneliti menghubungi orang tua pasien pada hari itu atau 1 hari setelah
pasien datang ke klinik untuk mengetahui jarak waktu pemberian suspensi azitromisin dosis tunggaldengan waktu makan. Kriteria pasien mengkonsumsi suspensi azitromisin dosis tunggal dengan waktuyang tepat jika pasien mengkonsumsi suspensi azitromisin dosis tunggal lebih dari 1 jam sebelummakan atau lebih dari 2 jam setelah makan. Sedangkan kriteria pasien yang mengkonsumsi suspensiazitromisin dosis tunggal dengan waktu yang tidak tepat adalah pasien yang mengkonsumsi suspensiazitromisin dosis tunggal kurang dari 1 jam sebelum makan atau kurang dari 2 jam setelah makan.
Dari keseluruhan pasien, satu orang yang mengkonsumsi suspensi azitromisin dosis tunggal pada waktu yang tidak tepat yaitu 1 jam setelah makan. Hal ini menyebabkan pasien mengalami efeksamping mual dan muntah. Hal ini terkait dengan waktu pengosongan lambung dimana terjadi kuranglebih 2 sampai 6 jam. Keadaan lambung yang terisi makanan dapat menimbulkan efek sampinggastrointestinal yang disebabkan oleh azitromisin (Amrol, 2007).
Organoleptis Azitromisin
Pada penelitian ini, pasien atau keluarga pasien diwawancarai untuk memantau apakah pasien nyaman terhadap rasa suspensi azitromisin dosis tunggal. Kriteria pasien yang nyaman terhadap rasasuspensi azitromisin dosis tunggal adalah pasien tidak mengeluh mengenai rasa, bau, dan rasaazitromisin. Sedangkan kriteria pasien yang tidak nyaman dengan rasa suspensi azitromisin dosistunggal adalah pasien yang mengeluh karena salah satu atau lebih faktor seperti rasa, bau, dan warnadari azitromisin. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa 2 orang pasien mengalami ketidaknyamanan terhadap rasa dari sediaan suspensi azitromisin dosis tunggal karena tidak suka rasa azitromisin. Salah satu daripasien tersebut menambahkan madu dalam sediaan azitromisin. Pasien tidak mengalami keluhansetelah meminum azitromisin yang dicampur dengan madu. Hasil pengkajian buku Drug InteractionFacts (Tatro, 2001), Stockley’s Drug Interactions (Stockley, 2008)diperoleh bahwa tidak ditemukanadanya interaksi farmakokinetika maupun farmakodinamika antara azitromisin yang dicampur denganmadu. Sehingga penambahan madu dalam sediaan azitromisin digolongkan aman. Kesembuhan Pasien Pediatri OMA dengan Rinitis Akut
Pada penelitian ini kesembuhan pasien OMA dengan rinitis akut dipantau untuk mengetahui hasil terapi empiris suspensi azitromisin dosis tunggal. Pemantauan dilakukan dengan melihat hasilpemeriksaan dokter THT “R” di klinik “Q” pada hari ketiga pengobatan. Pemeriksaan telinga pasiendilakukan oleh dokter menggunakan seperangkat kamera untuk melihat keadaan membran timpanipasien. Pasien dikriteriakan sembuh apabila membran timpani pasien tidak bengkak dan tidak merah.
Sedangkan kriteria pasien tidak sembuh apabila membran timpani pasien bengkak dan/atau merah.
Pada penelitian ini seluruh pasien OMA dengan rinitis akut dinyatakan sembuh karena dari hasilpemeriksaan, membran timpani seluruh pasien tidak bengkak dan tidak merah.
KESIMPULAN
Faktor-faktor yang perlu dipantau dalam penggunaan suspensi azitromisin dosis tunggal pada
pasien padiatri usia 5 sampai 12 tahun OMA dengan rinitis akut adalah efek samping mual dan muntahdari azitromisin akibat jarak pemberian azitromisin dengan waktu makan, kenyamanan penggunaansediaan azitromisin yang berkaitan dengan volume dan rasa, risiko mendapatkan dosis yang tidak tepatakibat tidak tersedianya sendok takar yang tepat pada sediaan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada seluruh pasien, orang tua pasien,dan para staf karyawan di klinik “Q” kota Denpasar yang telah membantu dalam memperlancar jalannya penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Amrol, David. (2007). Single-dose azithromycin microsphere formulation: a novel delivery system for
antibiotics. Int J Nanomed, 2 (1), 9–12.
Ansel, H.C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas Indonesia PressArguedas, A., C. Soley, B. J. Kamicker, D. M. Jorgensen. (2011). Single-Dose Extended-Release Azithromycin Versus a 10-Day Regimen of Amoxicillin/Clavulanate For The Treatment ofChildren With Acute Otitis Media. Int JInfectDis, 2, 1-9 Bailey, B. J., J. T. Johnson, S. D. Newlands. (2006). Head and Neck Surgery-Otolaryngology Fourth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Broek, P. V. D., F. Debruyne, L. Feenstra, H. A. M. Marres. (2007). Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorokan, Hidung, dan Telinga Edisi Ke-12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Cipolle, R. J., L. M. Strand, P. C. Morley. (2004). Pharmaceutical Care Practice The Clinician’s Guide 2nd Edition. McGraw Hill’s Access Pharmacy Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke. B. G. Wells. L. M. Posey. (2008).
Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach 7th Edition. United States of America : TheMcGraw-Hill Companies, Inc Finch, R. G., D. Greenwood, S. R. Norrby, R. J. Whitley. (2003). Antibiotic and Chemotherapy, Anti- infective Agents and Their Use in Therapy 8th Edition. London: Churchil Livingstone Food and Drug Administration. (2004). Advisory Commite for Pharmaceutical Science, (cited 2012 December, 1). Available from: http://www.fda.gof/ohrms/dockets/ac/04/transcripts/4034T2.pdf Food and Drug Administration Division of Anti-Infectives Drug Products. (2001). Treatment of Acute http://www.fda.gov/ohrms/dodckets/ac/01/briefing/3802b1_01_Pfizer.pdf Girard, D., S. M. Finegan, M. W. Dunne, M. E. Lame. (2005). Enhanced Efficacy of Single-Dose Versus Multi-Dose Azithromycin Regimen in Preclinical Infection Models. J AntimicrobChemother, 56, 365-371.
Krishnan, K. R., R. A. Sparks, W. E. Berryhill. (2007). Diagnosis and Treatment of Otitis Media. Am Kristianti, N. K. D. (2011). Profil dan Kesesuaian Penggunaan Obat dengan Pedoman Diagnosis dan Terapi THT RSUP Sanglah Denpasar pada Pasien THT Rawat Jalan Rumah Sakit X KotaDenpasar (Periode Januari-Desember 2010) (Skripsi). Bukit Jimbaran: Universitas Udayana Siswandono dan B. Soekardjo. (2008). Kimia Medisinal 2. Surabaya: Airlangga University Press.
Soepardi, E. A., N. Iskandar, J. Bashiruddin, dan R. D. Restuti. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga Hidung Tenggorok Kepada dan Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia Suardana, W., M.S. Adiguna, O. Ardana., R. Karsana., dan P. Ekawati. (2009). Pedoman Penggunaan Antibiotik. Denpasar: RSUP Sanglah Sukandar, E. Y., R. Andrajati, J. I. Sigit, I K. Adnyana, A. A. P. Setiadi, dan Kusnandar. (2009). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan Stockley, I. H. (2008). Stockley’s Drug Interactions Eighth Edition. London: Pharmaceutical PressSweetman, S.C. (2009). MartindaleThe Complete Drug Reference Thirty-Third edition. London :The Tatro, D. S. (2001). Drug Interaction Facts. California: A Wolters Kluwer Company Theodorus. (1996). Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Source: http://jurnal.undhirabali.ac.id/wp-content/uploads/rini-ikm.pdf

boult.com

Boult.bites Biotech The end of 2013 saw a flurry of activity in the SPC world as the CJEU handed down its judgements (Georgetown University v Octrooicentrum Nederland) ( Actavis Group v Sanofi Eli Lilly v HGS ). These decisions have been eagerly awaited, because > advising the referrals to the court addressed two key issues: (I) can a Patentee obtain more than one SPC that all firs

Microsoft word - product_catalogue_intermediates.doc

FRP SERVICES & COMPANY Website: http://www.frpservices.com/ info@frpservices.com Intermediates (Z)-2-(2-Aminothiazole-4-yl)-2-Methoxyimino Acetic Acid CAS# 65872-41-5 The side chain of Cefotaxime, Ceftriaxone, Cefepime, Ceftiofur, Cefteram Ethyl (Z)-2-(2-Aminothiazole-4-yl)-2-Methoxyimino Acetate CAS# 64485-88-7 The side chain of Ceftriaxone and Cefotaxim

Copyright © 2014 Articles Finder