PERAN OVISIDAL HERBAL SERBUK BIJI PEPAYA MATANG DAN ALBENDAZOL TERHADAP DAYA BEREMBRIO TELUR CACING Ascaris suum SECARA IN VIVO The Ovicidal Role of Herbal Ground of Ripe Papaya Seeds and Albendazole in Reducing Embryo Formation in Ascaris suum Eggs In Vivo Ida Bagus Komang Ardana1, I Made Bakta2, dan I Made Damriyasa1
1Laboratorium Patologi Klinik Veteriner/RSHP Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar
2 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar
E-mail: ardana.idabagus@gmail.com
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pemberian herbal serbuk biji pepaya matang secara oral pada babi ascariasis terhadap daya
berembrio telur cacing pada tinja dan pada uterus cacing yang keluar dari babi yang diobati tersebut. Pada percobaan ini sebanyak 24 ekor babi Landrace betina dengan bobot badan ± 10-15 kg, umur ± 15 minggu yang terinfeksi cacing Ascaris suum (A. suum)secara alami, dengan egg per gram (EPG) berkisar 250-2500 butir. Babi tersebut dibagi menjadi empat kelompok perlakuan (P0, P1, P2, dan P3) masing-masing terdiri dari 6 ekor. Kelompok P1 dan kelompok P2 mendapat perlakuan dengan herbal serbuk biji pepaya matang per oral dengan dosis masing-masing 1 dan 3 g/kg bobot badan (P2) selama 3 hari berturut-turut. Kelompok P3 mendapat perlakuan dengan albendazol dosis 0,5 mg/kg bobot badan (Zodalben 0,04 ml/kg bobot badan) sedangkan kelompok P0 bertindak sebagai kontrol tanpa pengobatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengobatan dengan herbal serbuk biji pepaya matang pada babi ascariasis ternyata mampu menurunkan daya berembrio telur cacing dalam tinja babi dan dalam uterus cacing secara efektif sehingga dapat digunakan untuk pengendalian askariasis pada babi. ____________________________________________________________________________________________________________________ Kata kunci: pepaya, ascariasis, babi, EPG
ABSTRACT This study has been conducted to determine the effect of orally administration of ripe papaya seeds herbal ground and albendazole to ascariasis pig on embryo development in Ascaris suum (A. suum) eggs. Eggs were collected from the faeces and uterus of worm. Twenty four female Landrace pigs with the age of 15 weeks (± 10-15 kg) were used in this study. All of the pigs were naturally infected by A. suum with the eggs per Gram (EPG) was ranging from 250-2.500 eggs. The pigs were allotted into 4 groups (P0, P1, P2, and P3), 6 pigs each. Group P1 and P2 were treated with orally herbal ground of ripe papaya seeds at the dose of 1 g/kg body weight and 3 g/kg body weight, respectively, for 3 consecutive days. Group P3 was treated with albendazole 0.5 mg/kg body weight for one day while group P0 (control group) was received no treatment. The result showed that treatment with ground ripe papaya seeds or albendazole to ascariasis pigs were effectively reduced embryo development in A. suum eggs collected from the feces or uterus of the worm. Therefore, this treatment or medication might be used to control the incidence of ascariasis in pig. ____________________________________________________________________________________________________________________ Key words: papaya, ascariasis, pig, EPG PENDAHULUAN
cacing A. suum sangat tebal, dengan lapisan kulit
bagian luar yang dapat melindungi telur cacing dari
Ascarissuum (A. suum) adalah parasit cacing yang
pengaruh suhu, lingkungan, dan lapisan lemak bagian
menginfeksi babi (Soulsby, 1982). Prevalensi infeksi A.
dalam (inner lipid layer) yang melindungi terhadap
suum di Denmark berkisar antara 25-35% (Roepstorff
pengaruh zat kimia. Kulit telur cacing A. suum bersifat
et al., 1998). Prevalensi cacing A. suum pada babi di
permeabel terhadap air (Clarke dan Perry, 1980) dan
Bali adalah 34,45% dengan rata-rata jumlah telur per
tahan terhadap pengaruh mekanis dan kimiawi
gram tinja (EPG) 387,50 (Suweta, 1994). Angka ini
(Wharton, 1983) serta pengaruh lingkungan
menggambarkan penyebaran ascariasis pada babi di
(Stevenson, 1979). Menurut Lysek et al. (1985)
Bali cukup tinggi, sehingga perlu dilakukan tindakan
menyatakan bahwa dinding telur A. suum terdiri dari
pengendalian yang tepat untuk mengurangi kerugian
tiga lapisan yaitu lapisan albumin (outer layer), lapisan
ekonomi. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh
kitin atau chitinius layer yang berupa glikogen yang
penyakit ascariasis pada babi berupa penurunan kinerja
berperan sebagai pelindung telur dari pengaruh
(Hale et al., 1985) dan pengafkiran beberapa organ
mekanis dan menjaga kestabilan bentuk telur dan
setelah dipotong seperti rusaknya organ hati yang
lapisan lipid (lipoidal vitteline membrane atau
ditandai oleh milk spots dan fibrosis paru-paru sebagai
ascaroside) yang menutup permukaan lapisan kitin,
akibat migrasi larva cacing tersebut (Larva III)
merupakan lapisan paling dalam (inner layer) yang
(Bindseil, 1972). Di Denmark dilaporkan telah terjadi
penularan infeksi A. suum dari babi kepada manusia
Penelitian tentang upaya pengendalian penyakit
ascariasis pada babi telah banyak dilakukan, baik
Sulitnya pemberantasan cacing A. suum disebabkan
dengan pendekatan epidemiologis maupun dengan
oleh ketahanan telur cacing terhadap pengaruh
pendekatan klinis khususnya dengan menggunakan
lingkungan, beberapa zat kimia, maupun beberapa obat
antelmintik. Albendazol merupakan jenis antelmintik
cacing. Wharton (1980) melaporkan bahwa kulit telur
modern yang bersifat vermisidal, larvasidal, dan
ovisidal (Brander et al., 1980; Boes et al., 1998).
MATERI DAN METODE
Albendazol mempunyai daya ovisidal yang kuat
terhadap cacing A. suum dengan cara deformasi
Hewan Percobaan
(Maissoneuve et al., 1985). Namun demikian harga
Penelitian ini menggunakan babi Landrace betina
albendazol relatif mahal, sehingga tidak terjangkau
dengan bobot badan ± 10-15 kg, umur ± 15 minggu
oleh peternak di pedesaan. Di samping itu, obat modern
yang terinfeksi cacing A. suum secara alami, dengan
dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,
EPG berkisar 250-2500 butir. Penelitian ini adalah
mudah mengalami resistensi, dan berdampak negatif
penelitian eksperimental dengan rancangan post test
bagi kesehatan manusia terutama yang memakan
control group design (Zainuddin, 1999). Sebanyak 24
daging ternak yang diberi obat modern tersebut. Karena
ekor babi penderita askariasis, dikelompokkan secara
itu, perlu dicari bahan obat cacing yang bersifat
simple random sampling menjadi empat kelompok.
vermisidal dan ovisidal yang harganya relatif murah
Kelompok babi kontrol (P0), P1, dan P2 diberi dengan
dan mudah didapat, sehingga terjangkau oleh peternak
dosis masing-masing adalah 0, 1, dan 3 g/kg bobot
di pedesaan dan aman bagi lingkungan dan kesehatan
badan) selama 3 hari berturut-turut sedangkan
manusia. Pemakaian ekstrak biji pepaya mulai
kelompok P3 diterapi dengan zodalben secara oral
digunakan secara luas terutama di negara-negara
12,5% dosis 0,5 mg albendazol (0,04 ml/kg bobot
berkembang. Ekstrak biji pepaya telah terbukti efektif
badan. Komposisi jumlah babi dan EPG yang diteliti
untuk membunuh cacing Oesophagustomum sp.,
mengikuti petunjuk penelitian dari international Thrichuris sp., dan Trichostronggylus sp. dengan
harmonization and anthelmintic efficacy guideline
efektivitas sampai 90% di Nigeria (Fajimi dan Taiwo,
2005). Satrija et al. (1994) melaporkan bahwa
pengobatan dengan getah pepaya dosis 8 g/kg bobot
Penentuan Daya Berembrio
badan babi yang terinfeksi cacing A. suum secara alami
Daya berembrio telur cacing yang diobati HSBPM
mampu membunuh cacing hingga 100% sampai hari
Metode kerja dilakukan menurut petunjuk Suweta
ke-7 setelah pemberian obat, namun belum dilaporkan
(1996) dan Stephenson et al. (1977). Koleksi cacing A.
mekanisme kerjanya maupun efek ovisidal dari herbal
suum betina diambil dari babi ascariasis yang keluar
akibat pengobatan dengan HSBPM, kemudian dipotong
Mekanisme kerja antelmintik dalam memberantas
6 cm dari bagian caudalnya, telur cacing yang keluar
cacing A. suum adalah membunuh cacing muda
dari uterus cacing ditampung dan disaring dengan kain
(larvasidal), cacing dewasa (vermisidal), serta dapat
kasa, kemudian dicuci dengan akuades, dan disentrifus
menghambat perkembangan telur cacing (ovisidal).
dengan kecepatan 5000 rpm selama 3 menit untuk
Ardana (2007) telah melakukan penelitian biokontrol
memisahkan telur cacing dewasa dengan yang muda.
atau pengendalian terhadap infeksi A. suum pada babi
Kegiatan ini dilakukan sebanyak 3 kali berturut-turut.
yang bertujuan untuk memutus siklus hidupnya dengan
Selanjutnya dihitung kepadatan telur cacing dari
cara menurunkan daya berembrio dan kerusakan telur
simpanan yang dimiliki per µl, dengan cara sebagai
cacing A. suum. Model penelitian ini dilakukan secara
berikut: diteteskan telur cacing simpanan pada kamar
in vitro menggunakan telur cacing A. suum yang
hitung McMaster, dihitung jumlah telur di bawah
diperoleh dari uterus cacing A. suum dari babi penderita
mikroskop cahaya. Hasil pemeriksaan kepadatan telur
askariasis yang dipotong di Rumah Potong Hewan
menunjukkan bahwa simpanan telur sebanyak 7.500
(RPH) Sanggaran, Denpasar. Hasil penelitian butir/ml (7.500 butir/1.000 µl). Kemudian dimasukkan menunjukkan bahwa herbal serbuk biji pepaya matang
10 ml simpanan telur ke dalam erlemeyer yang telah
(HSBPM) yang digunakan untuk merendam telur
berisi NaCl fisiologis (kepadatannya adalah 75.000
cacing A. suum secara in vitro dapat menurunkan daya
butir/10 ml atau 75.000 butir/10.000 µl). Dengan kata
berembrio secara efektif. Penurunan ini mungkin
lain kepadatan telur adalah 7, 5 butir/µl (8 butir/µl) dan
berhubungan dengan granulasi (koagulasi albumin)
dapat digunakan untuk percobaan daya berembrio.
kulit telur cacing A. suum yang direndam HSBPM.
Kepadatan telur cacing A. suum yang cocok untuk
Telur cacing A. suum yang direndam HSBPM
percobaan daya berembrio maksimal 25 butir/µl
semuanya (100%) mengalami granulasi (koagulasi
albumin) pada kulitnya (Ardana, 2010). Dengan kata
Kemudian dibuat koleksi telur cacing untuk kontrol
lain, secara in vitro biji pepaya matang merupakan
(P0), P1, P2, dan P3, masing-masing 6 kali ulangan
limbah yang mudah didapat dan mempunyai efek
diinkubasi koleksi telur semua perlakuan di ruang gelap
antelmintik ovisidal untuk pengendalian/biokontrol
pada suhu kamar. Kemudian dilakukan aerasi sambil
infeksi cacing A. suum, namun belum diketahui peran
diamati perkembangan telur setiap hari, kemudian
ovisidal serbuk biji pepaya matang secara in vivo.
diamati daya berembrio dari masing-masing telur
Penelitian ini bertujuan mengetahui efek pemberian
cacing tersebut selama 30 hari inkubasi. Data daya
herbal serbuk biji pepaya matang pada babi penderita
berembrio dikumpulkan untuk dianalisis lebih lanjut.
ascariasis terhadap penurunan daya berembrio telur
Jumlah telur berembrio dihitung dari 100 butir telur
cacing A. suum baik pada tinja maupun pada uterus
koleksi untuk setiap ulangan. Daya berembrio telur
cacing yang keluar bersama tinja akibat pengobatan
cacing A. suum adalah persentase telur cacing A. suum
yang berembrio (Oksanen et al., 1990).
Penentuan Daya Berembrio
hari. Dapat disimpulkan bahwa pemberian HSBPM
Cara kerja dilakukan menggunakan metode apung
dosis 3 g/kg bobot badan babi penderita askariasis
(Frochele dan Vanparus, 1979). Tinja babi yang
selama 3 hari dapat menurunkan daya berembrio telur
ditampung dari babi askariasis yang telah diobati
cacing pada uterus cacing lebih tinggi dibandingkan
dengan HSBPM dimasukkan ke dalam gelas ukur lalu
pemberian albendazol dosis 0,5 g/kg berat badan.
ditambahkan NaCl jenuh sehingga telur cacing akan
Albendazol mempunyai daya ovisidal yang kuat
mengapung, dan kotoran babi dibuang. Kemudian
terhadap cacing A. suum dengan cara deformasi
ditambahkan lagi dengan air sehingga larutan tidak
jenuh serta telur cacing akan mengendap lagi.
Data hasil pengamatan terhadap lama inkubasi
Kemudian dicuci dengan akuades, dan disentrifus
terhadap peningkatan daya berembrio kelompok P0,
dengan kecepatan 5.000 rpm selama 3 menit untuk
P1, P2, dan P3 disajikan pada Tabel 1. Pengaruh lama
memisahkan telur cacing dewasa dengan yang muda.
inkubasi terhadap daya berembrio menunjukkan bahwa
Kegiatan ini dilakukan sebanyak 3 kali berturut-turut.
rata-rata daya berembrio telur cacing A. suum dari
Selanjutnya dihitung kepadatan telur cacing dari
uterus cacing dari babi yang tidak diobati herbal
simpanan yang dimiliki per µl, dan kemudian
serbuk biji pepaya matang (P0) mengalami peningkatan
sangat nyata (P<0,01) baik pada akhir berembrio (21
hari) maupun pada hari ke-30 inkubasi sedangkan rata-
HASIL DAN PEMBAHASAN
rata daya berembrio telur cacing A. suum yang berasal
dari uterus cacing dari babi yang mendapat perlakuan
Peran Ovisidal HSBPM secara In Vivo
P1 dan P2 tidak mengalami peningkatan baik pada
Peran ovisidal herbal serbuk biji pepaya matang
akhir masa berembrio (21 hari) maupun hari ke-30
dapat diketahui dengan mengamati menurunnya daya
inkubasi (P>0,05). Akan tetapi, rata-rata daya
berembrio dan kerusakan kulit telur cacing A. suum
berembrio telur cacing A. suum yang berasal dari uterus
(Ardana, 2007). Secara in vitro daya berembrio telur
cacing dari babi yang mendapat perlakuan P3
cacing A. suum dapat mencapai lebih dari 95% setelah
mengalami peningkatan secara nyata (P<0,05) baik
30 hari inkubasi (Stephenson et al., 1977). Secara in
pada akhir masa berembrio (21 hari) maupun hari ke-30
vivo, peran ovisidal herbal serbuk biji pepaya matang
inkubasi. Namun peningkatan daya berembrio sangat
dapat ditentukan dengan menurunnya daya berembrio
rendah dengan daya berembrio hanya mencapai
telur cacing A. suum dari tinja babi yang diobati dan
dari uterus cacing yang keluar akibat pengobatan.
Daya Berembrio Telur Cacing pada Tinja Babi Daya Berembrio Telur Cacing pada Uterus Cacing yang Diobati HSBPM yang Diobati HSBPM
Data hasil pengamatan daya berembrio telur cacing
Data hasil pengamatan daya berembrio telur cacing
yang terdapat pada tinja pada kelompok P0, P1, P2, dan
yang terdapat pada uterus pada kelompok P0, P1, P2,
P3 disajikan pada Tabel 2. Daya berembrio telur cacing
dan P3 disajikan pada Tabel 1. Daya berembrio telur
pada tinja kelompok P1, P2, dan P3 menurun sangat
cacing pada uterus cacing betina kelompok P1, P2, dan
signifikan dibandingkan kelompok kontrol (P<0,01)
P3 menurun sangat signifikan dibandingkan kelompok
baik pada awal berembrio (15 hari), akhir masa
kontrol (P<0,01) baik pada awal berembrio (15 hari),
berembrio (21 hari) maupun pada hari ke-30 inkubasi.
akhir masa berembrio (21 hari), maupun pada akhir
Apabila daya berembrio telur cacing pada tinja yang
inkubasi 30 hari. Apabila daya berembrio telur cacing
mendapat perlakuan P1 dibandingkan dengan P2 dan
pada uterus cacing betina yang mendapat perlakuan P1
P3 nampak bahwa penurunan daya berembrio telur
dibandingkan dengan P2 dan P3 nampak bahwa
cacing pada tinja kelompok P2 nyata lebih tinggi
penurunan daya berembrio telur cacing pada uterus
dibandingkan kelompok P1 dan P3 (P<0,05) baik awal
cacing betina kelompok P2 lebih tinggi dibandingkan
berembrio, maupun akhir masa berembrio (21 hari)
kelompok P3 (P<0,05) hanya pada akhir inkubasi 30
namun tidak berbeda nyata dengan P3 pada hari ke-30
Tabel 1. Rata-rata daya berembrio telur cacing A. suum yang berasal dari uterus cacing A. suum pada babi yang diobati HSBPM
Daya berembrio telur cacing A.suum pada uterus cacing betina (%)
Diobati HSBPM dosis 1 g/kg bobot badan babi
Diobati HSBPM dosis 3g/kg bobot badan babi
Diobati albendazole 0,5 mg/kg bobot badan babi
a, b, c Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
Tabel 2. Rata-rata daya berembrio telur cacing A. suum yang berasal dari tinja babi yang diobati HSBPM
Daya berembrio telur cacing A. suum pada tinja (%)
Diobati HSBPM dosis 1 g/kg bobot badan babi ascariasis
Diobati HSBPM dosis 3 g/kg bobot badan babi ascariasis
Diobati Albendazole 0,5 mg/kg bobot badan babi ascaris
a, b, c Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
inkubasi (P>0,05). Dapat disimpulkan bahwa
Telur cacing A. suum yang kontak secara tidak
pemberian HSBPM dosis 3 g/kg bobot badan babi
langsung dengan herbal serbuk biji pepaya matang
penderita ascariasis selama 3 hari dapat menurunkan
yang ada dalam uterus cacing lebih rendah daya
daya berembrio telur cacing pada tinja babi lebih
berembrionya dibandingkan dengan kontak langsung
dalam tinja babi. Hal ini membuktikan bahwa
Bila penelitian ini dibandingkan dengan penelitian
pembentukan telur dalam ovarium mengalami
in vitro, daya berembrio telur cacing A. suum pada
gangguan sehingga telur yang masuk ke dalam uterus
penelitian in vitro ternyata lebih rendah dibandingkan
akan mengalami gangguan atau tidak sempurna, hal ini
in vivo, walaupun sama-sama kontak langsung antara
mungkin disebabkan oleh penurunan glucosa uptake
telur cacing A. suum dengan herbal serbuk biji pepaya
oleh cacing tersebut akibat pemberian herbal sebuk biji
matang. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh
konsentrasi obat di dalam tubuh babi mengalami
Walaupun penurunan daya berembrio telur cacing
penurunan. Dapat disimpulkan bahwa aktivitas herbal
pada tinja babi dan pada uterus cacing yang berasal dari
serbuk biji pepaya matang sangat efektif menghambat
babi penderita ascariasis yang diobati dengan HSBPM
perkembangan telur cacing A. suum (peran ovisidal)
atau albendazol berbeda, akan tetapi penurunannya
baik secara in vitro maupun in vivo.
sangat signifikan, sehingga kedua obat ini merupakan
Telur cacing A. suum yang mendapat perlakuan
obat pilihan yang efektif untuk pengendalian infeksi A.
HSBPM mengalami perubahan patologis pada lapisan
suum pada babi. Terapi HSBPM dan albendazol yang
albumin kulit telur berupa bagian-bagian yang menebal
diberikan pada babi penderita ascariasis akan membuat
dan bagian-bagian yang menipis (Ardana, 2010). Hal
telur cacing tidak berkembang menjadi embrio
ini terjadi karena aktivitas papain yang bersifat
proteolitik yang dikandung biji pepaya tersebut. Biji
pepaya selain mengandung alkaloid (carpain dan
KESIMPULAN
karpasemin), glycosida (benzyl isothiocyanate) juga
mengandung enzim papain yang bersifat proteolitik
Herbal serbuk biji pepaya matang efektif sebagai
(Suweta, 1996; Duke, 2004). Proses yang terjadi di
obat cacing A. suum terbukti berkhasiat ovisidal
permukaan telur cacing A. suum tanpa melibatkan
sehingga dapat dikembangkan penggunaannya untuk
unsur-unsur yang ada di dalam sel. Proses tersebut
berupa granulasi yang kemungkinan adalah koagulasi
UCAPAN TERIMA KASIH
albumin. Anomali yang terjadi pada lapisan yang
berubah ini (kemungkinan adalah albumin) dapat
Tulisan ini adalah sebagian dari Disertasi Program
Doktor pada Program Pascasarjana Universitas
Data hasil pengamatan terhadap lama inkubasi
Udayana tahun 2007 dibiayai oleh BPPS-Dikti tahun
terhadap peningkatan daya bereembrio kelompok P0,
2002 sampai 2005. Untuk itu penulis mengucapkan
P1, P2 dan P3 disajikan pada Tabel 2. Pengaruh lama
banyak terima kasih atas bantuan yang diberikan.
inkubasi dari masing-masing perlakuan terhadap daya
berembrio menunjukkan bahwa rata-rata daya
DAFTAR PUSTAKA
berembrio telur cacing A. suum dari tinja babi yang
tidak diobati herbal serbuk biji pepaya matang (P0)
Ahmad, M. and W.A. Nizami. 1987. In vitro effects of mebendazole
mengalami peningkatan sangat nyata (P<0,01) baik
on the carbohydrate metabolism of Avitellina lahorea (Cestoda). Journal of Helminthology (61):247-252.
pada akhir berembrio (21 hari) maupun pada hari ke-30
Ardana, I.B.K. 2007. Peran Ovisidal dan Vermisidal Herbal Serbuk
inkubasi. Rata-rata daya berembrio telur cacing A.
Biji Pepaya (Carica papaya L) Matang pada Babi Penderita
suum yang berasal dari tinja babi yang mendapat
Ascariasis. Disertasi. Program Pascasarjana, Universitas
perlakuan P1, P2, dan P3 tidak mengalami peningkatan
Ardana, I.B.K. 2010. Ovicidal effect of ground mature papaya seeds
baik pada akhir masa berembrio (21 hari) maupun pada
(Caric papaya l) on eggs round worm (Ascaris suum). Biota Vol. 15(3):430-435.
Bindseil, E. 1972. On the development of interstitial hepatitis (“milk
isolated from pig faeces. Acta Vet. Scand. 31(4):393-398.
spots“) in pigs following infection with Ascaris suum. Nord.Vet.
Nejsum, P., D. E. Paker, J. Frydenberg, A. Roepstorff, J. Boes, R.
Med. 23:191-195.
Haque, I. Astrup, J. Prag, and U. B. Skov Sorensen. 2005.
Boes, J., L. Eriksen, and P. Nansen. 1998. Embryonisation and
Ascariasis is a zoonosis in Denmark. Journal of Clinical
infectivity of ascaris suum eggs isolated from worms expelled by
Microbiology 43(3):1142-1148.
pigs treated with albendazole, pyrantel pamoate, ivermectin or
Roepstorff, A. 1998. Natural Ascaris suum infections in swine.
piperazine dihydro chloride. Veterinary Parasitology 75:181-190.
Diagnosted by coprological and serological (ELISA) methods.
Brander, G.C., D.M. Pugh and R.J. Baywater. 1980. The Veterinary Parasitol. Res. 84:537-554. Applied Pharmacology and Therapeutics, 4th Ed. Bailliere
Satrija, F., P. Nansen, H. Bjorn, S. Murtini, and S. He. 1994. Effect
of papaya latex againts Ascaris suum in naturally infected pigs.
Clarke, A., and R.N. Perry. 1980. Egg-shell permeability and
Journal of Helmintology 68:343-346.
hatching of Ascaris suum. Parasitology 80(3):447-456.
Soulsby, E. J. L. 1982. Helminths, Arthrophods and Protozoa of
Duke, J. A. 2004. Phytochemical and Ethnobotanical. Data Base Domesticated Animals. 7th. ed. Bailliere Tindall, London.
USDA, ARS- NGRI, Beltsville Agricultural Research Center,
Stephenson, L.S., J.R., Georgiand, and D.J. Cleveland. 1977.
Infection of weaning pigs with known number of Ascaris suum
Fajimi, A.K. and A.A. Taiwo. 2005. Herbal remedies in animal
fourth stage larvae. Cornell Veterinarian 67(1):92-97.
parasitic diseases in Nigeria: Review. Africal Journal of
Stevenson, P. 1979. The influence of enveronmental temperature on
Biotechnology 4(4):303-307.
the rate of development of Ascaris suum eggs in great britain.
Frochele, P.T.D. and O.F.J. Vanparus. 1979. Diagnosing Res. Vet. Sci. 27:193-196. Helminthiasis Through Corprological Examination. Jansen
Suweta, I.G.P. 1994. Prevalensi Infeksi Cacing Ascaris suum pada
Babi di Bali. Dampaknya terhadap Babi Penderita dan Upaya
Hale, O.M., T.B. Stewart, and O.G. Marti. 1985. Influence of an
Penanggulangannya. Laporan Penelitian. Universitas Udayana.
experimental infection of Ascaris suum on performance of pigs.
J. Anim. Sci. 60:224-225.
Suweta, I.G.P. 1996. Prevalensi Infeksi Cacing Ascaris suum pada
Lysek, H., J. Malinsky, R. Janisch. 1985. Ultrastructure of eggs of
Babi di Bali. Dampakknya terhadap Babi Penderita dan Upaya
ascaris lumbricoides Linnaeus. Folia Parasitol (Praha).
Penanggulangannya. Laporan Penelitian. Universitas Udayana.
Maissoneuve, H., J.F. Rosignol, A. Addo and M. Mojon. 1985.
Vercruysse, P., G. Holdsworth, K. Letonja, K. Conder, S. Hamamoto,
Ovicidal effecs of albendasole in human ascariasis.
and R. Okano. 2002. International of anthelmintic efficacy
ancylostomiasis and trichuriasis. Annals of Tropical Medicine
guideline. Veterinary Parasitology 103(2):277-297. and Parasitology 79(1):79-82.
Wharton, D.A. 1980. Nematoda egg- shell. Parasitology 81:447-563.
Oksanen, A., L. Eriksen, R. Roepstorff, B. Ilsoe, P. Nansen, and P.
Wharton, D.A. 1983. The production and functional morphology of
Lind. 1990. Embrionation and infectivity of Ascaris suum eggs. a
helminth egg- shells. Parasitology 86(4):85-97.
comparation of eggs collected from worm uteri with eggs
Zainuddin, M. 1999. Metodologi Penelitian. Unair Press. Surabaya.
Holdergärten 13 89081 Ulm Telefon (0700) 264 264 26 Telefax (0731) 705 47 11 www.bng-gastro.de kontakt@bng-gastro.de bng – Holdergärten 13 – 89081 Ulm Informationen aus der Gastroenterologie Helicobacter pylori Alternative Therapie bei Antibiotika-Resistenz (02.05.2011) Zunehmende Antibiotika-Resistenzen sind auch für die Therapie gegen das Magenbakterium Helicobacter
Avian Gastric Yeast (aka Megabacteria): Should You Be Worried? by David N. Phalen, DVM, PhD, Dipl. ABVP (Avian) Schubot Exotic Bird Health Centre and The Department of Large Animal Medicine and Surgery Texas A&M University College Station, TX 77843 This article first appeared in the Newsletter of the Midwestern Avian Research Expo, 2001. Veterinary students, aviculturalists, and pet