Jurnalkedokteranhewan.net

PERAN OVISIDAL HERBAL SERBUK BIJI PEPAYA MATANG DAN
ALBENDAZOL TERHADAP DAYA BEREMBRIO TELUR CACING
Ascaris suum SECARA IN VIVO
The Ovicidal Role of Herbal Ground of Ripe Papaya Seeds and Albendazole in Reducing
Embryo Formation in Ascaris suum Eggs In Vivo
Ida Bagus Komang Ardana1, I Made Bakta2, dan I Made Damriyasa1
1Laboratorium Patologi Klinik Veteriner/RSHP Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar 2 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar E-mail: ardana.idabagus@gmail.com Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pemberian herbal serbuk biji pepaya matang secara oral pada babi ascariasis terhadap daya berembrio telur cacing pada tinja dan pada uterus cacing yang keluar dari babi yang diobati tersebut. Pada percobaan ini sebanyak 24 ekor babi Landrace betina dengan bobot badan ± 10-15 kg, umur ± 15 minggu yang terinfeksi cacing Ascaris suum (A. suum) secara alami, dengan egg per gram (EPG) berkisar 250-2500 butir. Babi tersebut dibagi menjadi empat kelompok perlakuan (P0, P1, P2, dan P3) masing-masing terdiri dari 6 ekor. Kelompok P1 dan kelompok P2 mendapat perlakuan dengan herbal serbuk biji pepaya matang per oral dengan dosis masing-masing 1 dan 3 g/kg bobot badan (P2) selama 3 hari berturut-turut. Kelompok P3 mendapat perlakuan dengan albendazol dosis 0,5 mg/kg bobot badan (Zodalben 0,04 ml/kg bobot badan) sedangkan kelompok P0 bertindak sebagai kontrol tanpa pengobatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengobatan dengan herbal serbuk biji pepaya matang pada babi ascariasis ternyata mampu menurunkan daya berembrio telur cacing dalam tinja babi dan dalam uterus cacing secara efektif sehingga dapat digunakan untuk pengendalian askariasis pada babi. ____________________________________________________________________________________________________________________ Kata kunci: pepaya, ascariasis, babi, EPG ABSTRACT
This study has been conducted to determine the effect of orally administration of ripe papaya seeds herbal ground and albendazole to ascariasis pig on embryo development in Ascaris suum (A. suum) eggs. Eggs were collected from the faeces and uterus of worm. Twenty four female Landrace pigs with the age of 15 weeks (± 10-15 kg) were used in this study. All of the pigs were naturally infected by A. suum with the eggs per Gram (EPG) was ranging from 250-2.500 eggs. The pigs were allotted into 4 groups (P0, P1, P2, and P3), 6 pigs each. Group P1 and P2 were treated with orally herbal ground of ripe papaya seeds at the dose of 1 g/kg body weight and 3 g/kg body weight, respectively, for 3 consecutive days. Group P3 was treated with albendazole 0.5 mg/kg body weight for one day while group P0 (control group) was received no treatment. The result showed that treatment with ground ripe papaya seeds or albendazole to ascariasis pigs were effectively reduced embryo development in A. suum eggs collected from the feces or uterus of the worm. Therefore, this treatment or medication might be used to control the incidence of ascariasis in pig. ____________________________________________________________________________________________________________________ Key words: papaya, ascariasis, pig, EPG PENDAHULUAN
cacing A. suum sangat tebal, dengan lapisan kulit bagian luar yang dapat melindungi telur cacing dari Ascaris suum (A. suum) adalah parasit cacing yang pengaruh suhu, lingkungan, dan lapisan lemak bagian menginfeksi babi (Soulsby, 1982). Prevalensi infeksi A. dalam (inner lipid layer) yang melindungi terhadap suum di Denmark berkisar antara 25-35% (Roepstorff pengaruh zat kimia. Kulit telur cacing A. suum bersifat et al., 1998). Prevalensi cacing A. suum pada babi di permeabel terhadap air (Clarke dan Perry, 1980) dan Bali adalah 34,45% dengan rata-rata jumlah telur per tahan terhadap pengaruh mekanis dan kimiawi gram tinja (EPG) 387,50 (Suweta, 1994). Angka ini (Wharton, 1983) serta pengaruh lingkungan menggambarkan penyebaran ascariasis pada babi di (Stevenson, 1979). Menurut Lysek et al. (1985) Bali cukup tinggi, sehingga perlu dilakukan tindakan menyatakan bahwa dinding telur A. suum terdiri dari pengendalian yang tepat untuk mengurangi kerugian tiga lapisan yaitu lapisan albumin (outer layer), lapisan ekonomi. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kitin atau chitinius layer yang berupa glikogen yang penyakit ascariasis pada babi berupa penurunan kinerja berperan sebagai pelindung telur dari pengaruh (Hale et al., 1985) dan pengafkiran beberapa organ mekanis dan menjaga kestabilan bentuk telur dan setelah dipotong seperti rusaknya organ hati yang lapisan lipid (lipoidal vitteline membrane atau ditandai oleh milk spots dan fibrosis paru-paru sebagai ascaroside) yang menutup permukaan lapisan kitin, akibat migrasi larva cacing tersebut (Larva III) merupakan lapisan paling dalam (inner layer) yang (Bindseil, 1972). Di Denmark dilaporkan telah terjadi penularan infeksi A. suum dari babi kepada manusia Penelitian tentang upaya pengendalian penyakit ascariasis pada babi telah banyak dilakukan, baik Sulitnya pemberantasan cacing A. suum disebabkan dengan pendekatan epidemiologis maupun dengan oleh ketahanan telur cacing terhadap pengaruh pendekatan klinis khususnya dengan menggunakan lingkungan, beberapa zat kimia, maupun beberapa obat antelmintik. Albendazol merupakan jenis antelmintik cacing. Wharton (1980) melaporkan bahwa kulit telur modern yang bersifat vermisidal, larvasidal, dan ovisidal (Brander et al., 1980; Boes et al., 1998). MATERI DAN METODE
Albendazol mempunyai daya ovisidal yang kuat terhadap cacing A. suum dengan cara deformasi Hewan Percobaan
(Maissoneuve et al., 1985). Namun demikian harga Penelitian ini menggunakan babi Landrace betina albendazol relatif mahal, sehingga tidak terjangkau dengan bobot badan ± 10-15 kg, umur ± 15 minggu oleh peternak di pedesaan. Di samping itu, obat modern yang terinfeksi cacing A. suum secara alami, dengan dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, EPG berkisar 250-2500 butir. Penelitian ini adalah mudah mengalami resistensi, dan berdampak negatif penelitian eksperimental dengan rancangan post test bagi kesehatan manusia terutama yang memakan control group design (Zainuddin, 1999). Sebanyak 24 daging ternak yang diberi obat modern tersebut. Karena ekor babi penderita askariasis, dikelompokkan secara itu, perlu dicari bahan obat cacing yang bersifat simple random sampling menjadi empat kelompok. vermisidal dan ovisidal yang harganya relatif murah Kelompok babi kontrol (P0), P1, dan P2 diberi dengan dan mudah didapat, sehingga terjangkau oleh peternak dosis masing-masing adalah 0, 1, dan 3 g/kg bobot di pedesaan dan aman bagi lingkungan dan kesehatan badan) selama 3 hari berturut-turut sedangkan manusia. Pemakaian ekstrak biji pepaya mulai kelompok P3 diterapi dengan zodalben secara oral digunakan secara luas terutama di negara-negara 12,5% dosis 0,5 mg albendazol (0,04 ml/kg bobot berkembang. Ekstrak biji pepaya telah terbukti efektif badan. Komposisi jumlah babi dan EPG yang diteliti untuk membunuh cacing Oesophagustomum sp., mengikuti petunjuk penelitian dari international Thrichuris sp., dan Trichostronggylus sp. dengan harmonization and anthelmintic efficacy guideline efektivitas sampai 90% di Nigeria (Fajimi dan Taiwo, 2005). Satrija et al. (1994) melaporkan bahwa pengobatan dengan getah pepaya dosis 8 g/kg bobot Penentuan Daya Berembrio
badan babi yang terinfeksi cacing A. suum secara alami Daya berembrio telur cacing yang diobati HSBPM
mampu membunuh cacing hingga 100% sampai hari Metode kerja dilakukan menurut petunjuk Suweta ke-7 setelah pemberian obat, namun belum dilaporkan (1996) dan Stephenson et al. (1977). Koleksi cacing A. mekanisme kerjanya maupun efek ovisidal dari herbal suum betina diambil dari babi ascariasis yang keluar akibat pengobatan dengan HSBPM, kemudian dipotong Mekanisme kerja antelmintik dalam memberantas 6 cm dari bagian caudalnya, telur cacing yang keluar cacing A. suum adalah membunuh cacing muda dari uterus cacing ditampung dan disaring dengan kain (larvasidal), cacing dewasa (vermisidal), serta dapat kasa, kemudian dicuci dengan akuades, dan disentrifus menghambat perkembangan telur cacing (ovisidal). dengan kecepatan 5000 rpm selama 3 menit untuk Ardana (2007) telah melakukan penelitian biokontrol memisahkan telur cacing dewasa dengan yang muda. atau pengendalian terhadap infeksi A. suum pada babi Kegiatan ini dilakukan sebanyak 3 kali berturut-turut. yang bertujuan untuk memutus siklus hidupnya dengan Selanjutnya dihitung kepadatan telur cacing dari cara menurunkan daya berembrio dan kerusakan telur simpanan yang dimiliki per µl, dengan cara sebagai cacing A. suum. Model penelitian ini dilakukan secara berikut: diteteskan telur cacing simpanan pada kamar in vitro menggunakan telur cacing A. suum yang hitung McMaster, dihitung jumlah telur di bawah diperoleh dari uterus cacing A. suum dari babi penderita mikroskop cahaya. Hasil pemeriksaan kepadatan telur askariasis yang dipotong di Rumah Potong Hewan menunjukkan bahwa simpanan telur sebanyak 7.500 (RPH) Sanggaran, Denpasar. Hasil penelitian butir/ml (7.500 butir/1.000 µl). Kemudian dimasukkan menunjukkan bahwa herbal serbuk biji pepaya matang 10 ml simpanan telur ke dalam erlemeyer yang telah (HSBPM) yang digunakan untuk merendam telur berisi NaCl fisiologis (kepadatannya adalah 75.000 cacing A. suum secara in vitro dapat menurunkan daya butir/10 ml atau 75.000 butir/10.000 µl). Dengan kata berembrio secara efektif. Penurunan ini mungkin lain kepadatan telur adalah 7, 5 butir/µl (8 butir/µl) dan berhubungan dengan granulasi (koagulasi albumin) dapat digunakan untuk percobaan daya berembrio. kulit telur cacing A. suum yang direndam HSBPM. Kepadatan telur cacing A. suum yang cocok untuk Telur cacing A. suum yang direndam HSBPM percobaan daya berembrio maksimal 25 butir/µl semuanya (100%) mengalami granulasi (koagulasi albumin) pada kulitnya (Ardana, 2010). Dengan kata Kemudian dibuat koleksi telur cacing untuk kontrol lain, secara in vitro biji pepaya matang merupakan (P0), P1, P2, dan P3, masing-masing 6 kali ulangan limbah yang mudah didapat dan mempunyai efek diinkubasi koleksi telur semua perlakuan di ruang gelap antelmintik ovisidal untuk pengendalian/biokontrol pada suhu kamar. Kemudian dilakukan aerasi sambil infeksi cacing A. suum, namun belum diketahui peran diamati perkembangan telur setiap hari, kemudian ovisidal serbuk biji pepaya matang secara in vivo. diamati daya berembrio dari masing-masing telur Penelitian ini bertujuan mengetahui efek pemberian cacing tersebut selama 30 hari inkubasi. Data daya herbal serbuk biji pepaya matang pada babi penderita berembrio dikumpulkan untuk dianalisis lebih lanjut. ascariasis terhadap penurunan daya berembrio telur Jumlah telur berembrio dihitung dari 100 butir telur cacing A. suum baik pada tinja maupun pada uterus koleksi untuk setiap ulangan. Daya berembrio telur cacing yang keluar bersama tinja akibat pengobatan cacing A. suum adalah persentase telur cacing A. suum yang berembrio (Oksanen et al., 1990).
Penentuan Daya Berembrio
hari. Dapat disimpulkan bahwa pemberian HSBPM Cara kerja dilakukan menggunakan metode apung dosis 3 g/kg bobot badan babi penderita askariasis (Frochele dan Vanparus, 1979). Tinja babi yang selama 3 hari dapat menurunkan daya berembrio telur ditampung dari babi askariasis yang telah diobati cacing pada uterus cacing lebih tinggi dibandingkan dengan HSBPM dimasukkan ke dalam gelas ukur lalu pemberian albendazol dosis 0,5 g/kg berat badan. ditambahkan NaCl jenuh sehingga telur cacing akan Albendazol mempunyai daya ovisidal yang kuat mengapung, dan kotoran babi dibuang. Kemudian terhadap cacing A. suum dengan cara deformasi ditambahkan lagi dengan air sehingga larutan tidak jenuh serta telur cacing akan mengendap lagi. Data hasil pengamatan terhadap lama inkubasi Kemudian dicuci dengan akuades, dan disentrifus terhadap peningkatan daya berembrio kelompok P0, dengan kecepatan 5.000 rpm selama 3 menit untuk P1, P2, dan P3 disajikan pada Tabel 1. Pengaruh lama memisahkan telur cacing dewasa dengan yang muda. inkubasi terhadap daya berembrio menunjukkan bahwa Kegiatan ini dilakukan sebanyak 3 kali berturut-turut. rata-rata daya berembrio telur cacing A. suum dari Selanjutnya dihitung kepadatan telur cacing dari uterus cacing dari babi yang tidak diobati herbal simpanan yang dimiliki per µl, dan kemudian serbuk biji pepaya matang (P0) mengalami peningkatan sangat nyata (P<0,01) baik pada akhir berembrio (21 hari) maupun pada hari ke-30 inkubasi sedangkan rata- HASIL DAN PEMBAHASAN
rata daya berembrio telur cacing A. suum yang berasal dari uterus cacing dari babi yang mendapat perlakuan Peran Ovisidal HSBPM secara In Vivo
P1 dan P2 tidak mengalami peningkatan baik pada Peran ovisidal herbal serbuk biji pepaya matang akhir masa berembrio (21 hari) maupun hari ke-30 dapat diketahui dengan mengamati menurunnya daya inkubasi (P>0,05). Akan tetapi, rata-rata daya berembrio dan kerusakan kulit telur cacing A. suum berembrio telur cacing A. suum yang berasal dari uterus (Ardana, 2007). Secara in vitro daya berembrio telur cacing dari babi yang mendapat perlakuan P3 cacing A. suum dapat mencapai lebih dari 95% setelah mengalami peningkatan secara nyata (P<0,05) baik 30 hari inkubasi (Stephenson et al., 1977). Secara in pada akhir masa berembrio (21 hari) maupun hari ke-30 vivo, peran ovisidal herbal serbuk biji pepaya matang inkubasi. Namun peningkatan daya berembrio sangat dapat ditentukan dengan menurunnya daya berembrio rendah dengan daya berembrio hanya mencapai telur cacing A. suum dari tinja babi yang diobati dan dari uterus cacing yang keluar akibat pengobatan. Daya Berembrio Telur Cacing pada Tinja Babi
Daya Berembrio Telur Cacing pada Uterus Cacing
yang Diobati HSBPM
yang Diobati HSBPM
Data hasil pengamatan daya berembrio telur cacing Data hasil pengamatan daya berembrio telur cacing yang terdapat pada tinja pada kelompok P0, P1, P2, dan yang terdapat pada uterus pada kelompok P0, P1, P2, P3 disajikan pada Tabel 2. Daya berembrio telur cacing dan P3 disajikan pada Tabel 1. Daya berembrio telur pada tinja kelompok P1, P2, dan P3 menurun sangat cacing pada uterus cacing betina kelompok P1, P2, dan signifikan dibandingkan kelompok kontrol (P<0,01) P3 menurun sangat signifikan dibandingkan kelompok baik pada awal berembrio (15 hari), akhir masa kontrol (P<0,01) baik pada awal berembrio (15 hari), berembrio (21 hari) maupun pada hari ke-30 inkubasi. akhir masa berembrio (21 hari), maupun pada akhir Apabila daya berembrio telur cacing pada tinja yang inkubasi 30 hari. Apabila daya berembrio telur cacing mendapat perlakuan P1 dibandingkan dengan P2 dan pada uterus cacing betina yang mendapat perlakuan P1 P3 nampak bahwa penurunan daya berembrio telur dibandingkan dengan P2 dan P3 nampak bahwa cacing pada tinja kelompok P2 nyata lebih tinggi penurunan daya berembrio telur cacing pada uterus dibandingkan kelompok P1 dan P3 (P<0,05) baik awal cacing betina kelompok P2 lebih tinggi dibandingkan berembrio, maupun akhir masa berembrio (21 hari) kelompok P3 (P<0,05) hanya pada akhir inkubasi 30 namun tidak berbeda nyata dengan P3 pada hari ke-30 Tabel 1. Rata-rata daya berembrio telur cacing A. suum yang berasal dari uterus cacing A. suum pada babi yang diobati HSBPM
Daya berembrio telur cacing A.suum pada uterus cacing betina (%) Diobati HSBPM dosis 1 g/kg bobot badan babi Diobati HSBPM dosis 3g/kg bobot badan babi Diobati albendazole 0,5 mg/kg bobot badan babi a, b, c Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata Tabel 2. Rata-rata daya berembrio telur cacing A. suum yang berasal dari tinja babi yang diobati HSBPM
Daya berembrio telur cacing A. suum pada tinja (%) Diobati HSBPM dosis 1 g/kg bobot badan babi ascariasis Diobati HSBPM dosis 3 g/kg bobot badan babi ascariasis Diobati Albendazole 0,5 mg/kg bobot badan babi ascaris a, b, c Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata inkubasi (P>0,05). Dapat disimpulkan bahwa Telur cacing A. suum yang kontak secara tidak pemberian HSBPM dosis 3 g/kg bobot badan babi langsung dengan herbal serbuk biji pepaya matang penderita ascariasis selama 3 hari dapat menurunkan yang ada dalam uterus cacing lebih rendah daya daya berembrio telur cacing pada tinja babi lebih berembrionya dibandingkan dengan kontak langsung dalam tinja babi. Hal ini membuktikan bahwa Bila penelitian ini dibandingkan dengan penelitian pembentukan telur dalam ovarium mengalami in vitro, daya berembrio telur cacing A. suum pada gangguan sehingga telur yang masuk ke dalam uterus penelitian in vitro ternyata lebih rendah dibandingkan akan mengalami gangguan atau tidak sempurna, hal ini in vivo, walaupun sama-sama kontak langsung antara mungkin disebabkan oleh penurunan glucosa uptake telur cacing A. suum dengan herbal serbuk biji pepaya oleh cacing tersebut akibat pemberian herbal sebuk biji matang. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh konsentrasi obat di dalam tubuh babi mengalami Walaupun penurunan daya berembrio telur cacing penurunan. Dapat disimpulkan bahwa aktivitas herbal pada tinja babi dan pada uterus cacing yang berasal dari serbuk biji pepaya matang sangat efektif menghambat babi penderita ascariasis yang diobati dengan HSBPM perkembangan telur cacing A. suum (peran ovisidal) atau albendazol berbeda, akan tetapi penurunannya baik secara in vitro maupun in vivo. sangat signifikan, sehingga kedua obat ini merupakan Telur cacing A. suum yang mendapat perlakuan obat pilihan yang efektif untuk pengendalian infeksi A. HSBPM mengalami perubahan patologis pada lapisan suum pada babi. Terapi HSBPM dan albendazol yang albumin kulit telur berupa bagian-bagian yang menebal diberikan pada babi penderita ascariasis akan membuat dan bagian-bagian yang menipis (Ardana, 2010). Hal telur cacing tidak berkembang menjadi embrio ini terjadi karena aktivitas papain yang bersifat proteolitik yang dikandung biji pepaya tersebut. Biji pepaya selain mengandung alkaloid (carpain dan KESIMPULAN
karpasemin), glycosida (benzyl isothiocyanate) juga mengandung enzim papain yang bersifat proteolitik Herbal serbuk biji pepaya matang efektif sebagai (Suweta, 1996; Duke, 2004). Proses yang terjadi di obat cacing A. suum terbukti berkhasiat ovisidal permukaan telur cacing A. suum tanpa melibatkan sehingga dapat dikembangkan penggunaannya untuk unsur-unsur yang ada di dalam sel. Proses tersebut berupa granulasi yang kemungkinan adalah koagulasi UCAPAN TERIMA KASIH
albumin. Anomali yang terjadi pada lapisan yang berubah ini (kemungkinan adalah albumin) dapat Tulisan ini adalah sebagian dari Disertasi Program Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Data hasil pengamatan terhadap lama inkubasi Udayana tahun 2007 dibiayai oleh BPPS-Dikti tahun terhadap peningkatan daya bereembrio kelompok P0, 2002 sampai 2005. Untuk itu penulis mengucapkan P1, P2 dan P3 disajikan pada Tabel 2. Pengaruh lama banyak terima kasih atas bantuan yang diberikan. inkubasi dari masing-masing perlakuan terhadap daya berembrio menunjukkan bahwa rata-rata daya DAFTAR PUSTAKA
berembrio telur cacing A. suum dari tinja babi yang tidak diobati herbal serbuk biji pepaya matang (P0) Ahmad, M. and W.A. Nizami. 1987. In vitro effects of mebendazole mengalami peningkatan sangat nyata (P<0,01) baik on the carbohydrate metabolism of Avitellina lahorea (Cestoda).
Journal of Helminthology (61):247-252.
pada akhir berembrio (21 hari) maupun pada hari ke-30 Ardana, I.B.K. 2007. Peran Ovisidal dan Vermisidal Herbal Serbuk inkubasi. Rata-rata daya berembrio telur cacing A. Biji Pepaya (Carica papaya L) Matang pada Babi Penderita suum yang berasal dari tinja babi yang mendapat Ascariasis. Disertasi. Program Pascasarjana, Universitas
perlakuan P1, P2, dan P3 tidak mengalami peningkatan Ardana, I.B.K. 2010. Ovicidal effect of ground mature papaya seeds baik pada akhir masa berembrio (21 hari) maupun pada (Caric papaya l) on eggs round worm (Ascaris suum). Biota
Vol. 15(3):430-435.
Bindseil, E. 1972. On the development of interstitial hepatitis (“milk isolated from pig faeces. Acta Vet. Scand. 31(4):393-398.
spots“) in pigs following infection with Ascaris suum. Nord.Vet.
Nejsum, P., D. E. Paker, J. Frydenberg, A. Roepstorff, J. Boes, R. Med. 23:191-195.
Haque, I. Astrup, J. Prag, and U. B. Skov Sorensen. 2005. Boes, J., L. Eriksen, and P. Nansen. 1998. Embryonisation and Ascariasis is a zoonosis in Denmark. Journal of Clinical
infectivity of ascaris suum eggs isolated from worms expelled by Microbiology 43(3):1142-1148.
pigs treated with albendazole, pyrantel pamoate, ivermectin or Roepstorff, A. 1998. Natural Ascaris suum infections in swine. piperazine dihydro chloride. Veterinary Parasitology 75:181-190.
Diagnosted by coprological and serological (ELISA) methods. Brander, G.C., D.M. Pugh and R.J. Baywater. 1980. The Veterinary
Parasitol. Res. 84:537-554.
Applied Pharmacology and Therapeutics, 4th Ed. Bailliere
Satrija, F., P. Nansen, H. Bjorn, S. Murtini, and S. He. 1994. Effect of papaya latex againts Ascaris suum in naturally infected pigs. Clarke, A., and R.N. Perry. 1980. Egg-shell permeability and Journal of Helmintology 68:343-346.
hatching of Ascaris suum. Parasitology 80(3):447-456.
Soulsby, E. J. L. 1982. Helminths, Arthrophods and Protozoa of
Duke, J. A. 2004. Phytochemical and Ethnobotanical. Data Base
Domesticated Animals. 7th. ed. Bailliere Tindall, London.
USDA, ARS- NGRI, Beltsville Agricultural Research Center, Stephenson, L.S., J.R., Georgiand, and D.J. Cleveland. 1977. Infection of weaning pigs with known number of Ascaris suum Fajimi, A.K. and A.A. Taiwo. 2005. Herbal remedies in animal fourth stage larvae. Cornell Veterinarian 67(1):92-97.
parasitic diseases in Nigeria: Review. Africal Journal of
Stevenson, P. 1979. The influence of enveronmental temperature on Biotechnology 4(4):303-307.
the rate of development of Ascaris suum eggs in great britain. Frochele, P.T.D. and O.F.J. Vanparus. 1979. Diagnosing
Res. Vet. Sci. 27:193-196.
Helminthiasis Through Corprological Examination. Jansen
Suweta, I.G.P. 1994. Prevalensi Infeksi Cacing Ascaris suum pada Babi di Bali. Dampaknya terhadap Babi Penderita dan Upaya Hale, O.M., T.B. Stewart, and O.G. Marti. 1985. Influence of an Penanggulangannya. Laporan Penelitian. Universitas Udayana.
experimental infection of Ascaris suum on performance of pigs. J. Anim. Sci. 60:224-225.
Suweta, I.G.P. 1996. Prevalensi Infeksi Cacing Ascaris suum pada Lysek, H., J. Malinsky, R. Janisch. 1985. Ultrastructure of eggs of Babi di Bali. Dampakknya terhadap Babi Penderita dan Upaya ascaris lumbricoides Linnaeus. Folia Parasitol (Praha).
Penanggulangannya. Laporan Penelitian. Universitas Udayana.
Maissoneuve, H., J.F. Rosignol, A. Addo and M. Mojon. 1985. Vercruysse, P., G. Holdsworth, K. Letonja, K. Conder, S. Hamamoto, Ovicidal effecs of albendasole in human ascariasis. and R. Okano. 2002. International of anthelmintic efficacy ancylostomiasis and trichuriasis. Annals of Tropical Medicine
guideline. Veterinary Parasitology 103(2):277-297.
and Parasitology 79(1):79-82.
Wharton, D.A. 1980. Nematoda egg- shell. Parasitology 81:447-563.
Oksanen, A., L. Eriksen, R. Roepstorff, B. Ilsoe, P. Nansen, and P. Wharton, D.A. 1983. The production and functional morphology of Lind. 1990. Embrionation and infectivity of Ascaris suum eggs. a helminth egg- shells. Parasitology 86(4):85-97.
comparation of eggs collected from worm uteri with eggs Zainuddin, M. 1999. Metodologi Penelitian. Unair Press. Surabaya.

Source: http://www.jurnalkedokteranhewan.net/upload/archieve_pdf/PERAN_OVISIDAL_HERBAL_SERBUK_BIJI_PEPAYA_MATANG_DAN_ALBENDAZOL_TERHADAP_DAYA_BEREMBRIO_TELUR_CACING_Ascaris_suum_SECARA_IN_VIVO.pdf

Helicobacter pylori - alternative therapie bei antibiotika-resistenz

Holdergärten 13 89081 Ulm Telefon (0700) 264 264 26 Telefax (0731) 705 47 11 www.bng-gastro.de kontakt@bng-gastro.de bng – Holdergärten 13 – 89081 Ulm Informationen aus der Gastroenterologie Helicobacter pylori Alternative Therapie bei Antibiotika-Resistenz (02.05.2011) Zunehmende Antibiotika-Resistenzen sind auch für die Therapie gegen das Magenbakterium Helicobacter

Avian gastric yeast (aka megabacteria): should you be worried

Avian Gastric Yeast (aka Megabacteria): Should You Be Worried? by David N. Phalen, DVM, PhD, Dipl. ABVP (Avian) Schubot Exotic Bird Health Centre and The Department of Large Animal Medicine and Surgery Texas A&M University College Station, TX 77843 This article first appeared in the Newsletter of the Midwestern Avian Research Expo, 2001. Veterinary students, aviculturalists, and pet

Copyright © 2014 Articles Finder